Dra. Kasihhati, Srikandi Pers yang Tak Gentar Suarakan Kebenaran Demi Jaga Nurani Kebebasan Pers

Dra. Kasihhati/doc.istimewa


JAKARTA – Di tengah derasnya arus tekanan, kriminalisasi, dan upaya pembungkaman terhadap insan pers, sosok Dra. Kasihhati, Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII), muncul sebagai figur tangguh yang teguh memegang prinsip dan nurani kebebasan berekspresi. Bagi Dra. Kasihhati, "Tak Gentar" bukan sekadar semboyan, melainkan filosofi hidup dan perjuangan.


Saat banyak pihak memilih bungkam dalam tekanan, Dra. Kasihhati memilih bersuara lantang. Ketika banyak yang tunduk pada kekuasaan, ia berdiri menantang. Suaranya tidak hanya bergema di ruang redaksi, tetapi juga mengetuk hati nurani para pewarta untuk bangkit, bersatu, dan berani menyuarakan kebenaran, apa pun risikonya.


“Ketika gerimis melukis tangis dan angin membelai Bumi Pertiwi, tidakkah hatimu terketuk tuk mengutuk badut negeri yang menyiapkan belenggu,” begitu salah satu bait perlawanan yang kerap digaungkan Kasihhati. Puisi perlawanan tersebut tak hanya indah, tetapi juga menggema layaknya pekikan revolusi.


Di bawah kepemimpinannya, FPII tidak hanya menjadi wadah bagi jurnalis independen, tetapi juga berfungsi sebagai benteng perjuangan kebebasan pers dan pelindung bagi para jurnalis yang kerap menjadi korban intimidasi, kriminalisasi, bahkan kekerasan hanya karena menyampaikan fakta riil kepada publik.


Dra. Kasihhati selalu menekankan bahwa jurnalis adalah pilar keempat demokrasi yang tidak boleh dibungkam oleh jeruji kekuasaan atau tipu muslihat penguasa yang alergi terhadap kritik. Dalam berbagai kesempatan, ia menyerukan, “Jangan pernah tunduk pada ketidakadilan. Jangan pernah gentar dengan kekuasaan temporer. Lawan segala bentuk pembungkaman! Jurnalis punya hak yang sama sebagai warga negara.”


Bagi Kasihhati, kesulitan tidak menjadi alasan untuk menyerah. Ia justru menjadikan tantangan sebagai momentum untuk menumpahkan semangat perjuangan, bahkan jika harus mengorbankan keringat atau darah, demi menjaga nyala api kemerdekaan menyampaikan pendapat dan menulis kebenaran.


Di balik ketegasan dan keberaniannya, tersimpan ketulusan hati untuk membela rakyat kecil. Kasihhati tidak hanya memperjuangkan hak-hak jurnalis, tetapi juga membela masyarakat tertindas—mereka yang suaranya tidak pernah sampai ke telinga pejabat dan kisahnya tidak pernah masuk ke dalam berita arus utama.


Melalui FPII, ia membuka ruang bagi suara-suara minoritas dan kaum marginal untuk disuarakan dan diperjuangkan. Tidak heran jika namanya semakin dikenal, tidak hanya di kalangan media, tetapi juga di tengah masyarakat yang selama ini merasa tidak memiliki pelindung.


Dalam perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada Minggu (17/8/2025), Kasihhati menegaskan kepada ribuan jurnalis independen bahwa “Tak Gentar” bukan sekadar slogan, melainkan roh perlawanan dan nyawa perjuangan. Di tangan Dra. Kasihhati, filosofi ini menjadi senjata ampuh untuk menantang segala bentuk ketidakadilan yang mencoba membungkam kebenaran.


Kini, di saat jeruji dan belenggu disiapkan untuk membatasi gerak pers nasional, suara Kasihhati dan FPII menggema lebih kuat: "Kami tidak gentar. Kami tidak tunduk. Kami adalah penjaga kebenaran." Dengan langkah pasti dan suara lantang, Dra. Kasihhati telah menjelma menjadi ikon perjuangan kebebasan pers di Indonesia. Ia adalah teladan bahwa di balik sosok perempuan, bisa berdiri kekuatan besar yang menyala karena cinta pada keadilan dan keberanian membela rakyat.








Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url